Jalan-jalan

Upside-Down

Belakangan ini aku teringat pada seorang teman nun jauh di sana. Pertemuan kami sudah lama berlalu, tapi momen-momen itu muncul kembali dalam benakku.

Hampir setahun yang lalu, kenalanku, seorang pramuka Polandia, ber-backpacking ria ke Indonesia. Namanya Piotr Zadrozny. Memang sulit diucapkan, dan kebetulan bahasa Polandia gemar mendempetkan banyak konsonan dalam satu kata (seperti Andzej, chuvaj, Gdansk, dan lainnya). Kawan yang satu ini kukenal lewat facebook, dari kawanku yang lain pula.

Ternyata, sepanjang Agustus ini adalah agendanya untuk menjadi backpacker, dan tujuannya di Indonesia, dari 8 – 25 Agustus. Cara dia menghemat biaya penginapan dan transportasi? Kontak saja pramuka setempat! Jadi dia tidak hanya berwisata, tapi juga sekalian mengenalkan gerakan kepramukaan di negerinya. Aku jadi berpikir, ini cara yang bagus untuk bertualang jauh!

Sejak awal, Piotr dan kawan-kawan mencantumkan dengan jelas, mereka ingin melihat Prambanan dan Borobudur. Kawan-kawan lain yang ikut dalam rombongan adalah Gosia (istri Piotr), Lukasz, dan Eliza. Aku mengajukan diri menjadi guide mereka, one man show!

Kesempatan ini tidak kusia-siakan. Sehabis menjemput mereka di bandara (oh ya, mereka berempat, tepatnya dua pasang) kubawa ke sanggar pramuka kami. Kawan-kawan cukup antusias bertanya macam-macam mengenai atribut-atribut seragam mereka. Banyak hal yang baru kami lihat. Yang dapat kami bandingkan, tempelan-tempelan dan medali yang mereka kenakan memang lebih keren dari yang kami punya 😀 Kami juga tukar wawasan mengenai kegiatan kepramukaan yang mereka lakoni di sana, hingga ke adat-adat dalam upacara kepramukaan mereka.

Peran sebagai guide baru kali itu kulakoni, dan langsung membawa tamu dari jauh. Alhamdulillah lancar. Dengan bahasa inggris seadanya, sambil memutar otak untuk mengingat-ingat peristiwa sejarah, langgam arsitektur, dan hal-hal menyangkut budaya lainnya.

Dalam perjalanan, aku mencoba bertukar joke. “So, can you tell me some joke from your country?” Dan aku mendapatkan lelucon-lelucon a la Mati Ketawa Cara Rusia.

Pesawat yang ditumpangi seorang Jerman, Rusia, dan Polandia akan jatuh. Tiba-tiba malaikat memberi penawaran pada mereka.  “Bila kalian ingin selamat, kalian harus membuang hal-hal terbaik dari negeri kalian!” Si orang Jerman membuang bir. Selanjutnya, si orang Rusia membuang vodka. Terakhir, orang Polandia, membuang orang Rusia itu keluar pesawat.

Kenapa? “Because there’s too much Russian in Poland at that time”. Hahaha… Rupanya ini merujuk pada era 1950-an, pada fase awal perang dingin, ketika Polandia dipengaruhi oleh Soviet secara ketat.

Pembicaraan berlanjut ke politik. Aku kira mereka membenci orang Jerman, ternyata mereka lebih tidak suka pada orang Rusia. “Orang Jerman memang menduduki kami pada saat perang, membantai warga kami, bahkan mendirikan kamp konsentrasi. Tapi kemudian mereka meminta maaf. Sedangkan Rusia, mereka menduduki Polandia pada akhir perang dunia, (sempat) membantai para perwira kami, dan hingga sekarang mereka tidak pernah mengakuinya. Itu sebabnya kami tidak menyukai mereka.”

Menduga-duga selera makan seseorang seperti tebak-tebak buah manggis. Kadang benar, kadang bisa juga meleset. Sebagai turis, tentu mereka ingin merasakan masakan lokal. Tapi tentu saja pilih-pilih. Perut kita mungkin sudah kebal dengan aneka masakan pinggir jalan, tapi mereka? Lebih baik cari aman, karena tragis rasanya kalau mereka jatuh sakit (gara-gara makan) di awal perjalanan mereka. Hari pertama, mereka makan di KFC. Hari kedua, kuberanikan mengajak mereka ke warung prasmanan. Sedikit lucu ketika melihat mereka mengambil nasi dan lauk. Ada yang lauknya kebanyakan (biasanya kita cukup nasi+sayur+daging/ikan/tempe) bayangkan, bakso, rempelo ati, ayam dalam satu piring! Rempelo atinya agak berbumbu (kalau kita yang makan, rasanya pasti biasa), dan akibatnya Piotr kepedasan. Malamnya mereka memilih McD.

We have a very great day, and I believe you have it too!

Would you mind if you go to Poland next year? We’ll be your guide.

Tapi ya tentu saja, ongkos tiket adalah urusanku. Eropa Timur kedengarannya menarik. Luas, masih menyimpan nuansa masa lalu. Satu fakta menarik yang dikatakan Gosia, mereka lebih memilih backpacking ke Indonesia ketimbang Perancis misalnya. “It’s very expensive to travel to western Europe. In the other way, travelling to your country can save more money.

Kita lihat-lihat dulu, ongkos tiket Warsawa-Jogja (via Frankfurt-Dubai-Singapura) PP kira-kira USD 1000. Ditambah biaya hidup, nginap, dan transportasi, mungkin… entahlah. Tapi aku percaya, suatu hari aku akan ke sana.

Hanya sehari memang, aku berinteraksi, secara intens. Rasanya aku sudah kenal mereka dekat, bahkan sudah sempat curhat :-p

Malam terakhir, di McD Malioboro Mall, aku termenung. Gosia dan Eliza yang terus mengoceh tentang biaya tiket, mengurus visa, objek-objek turis di Krakow, nyaris tak kupedulikan. Kata-kata mereka meluncur saja, dengan sesekali kutanggapi “I see” “Oh ya?”. Bukan perasaan yang nyaman ketika kita sudah mulai dekat dengan seseorang, lalu harus berpisah.

Pagi berikutnya aku mengantar mereka ke stasiun, mereka menuju Surabaya.

Oh, I hate this” Kata Piotr sembari memelukku saat aku pamitan. “Promise us, someday you’ll go to Poland”.

Tepat jam 7.00, kereta itu berlalu.

*Sebenarnya gak sedih-sedih amat sih, masih sempat ketawa-ketawa pas ngantar..

**Sebagai turis, mereka cukup aktif. Mereka menginap di Kwartir Daerah DIY, daerah Langensari. Kebetulan kampung sekitar mengadakan lomba voli tujuhbelasan. Piotr dan Lukasz ikut main (jadi tim internasional), dan malah sampai ke final. “We have the same flag. Ours is just upside-down from yours” Mereka turut merasakan suasana tujuhbelasan.

***Kejadian berlangsung Agustus 2009.

Standard

7 thoughts on “Upside-Down

  1. @ warm: wah, sampeyan ndak ngabari… basa nginggris yang dipake dulu juga ngabal-abal kok, yang penting pede dan ada kesempatan 😀
    wah, jaman segitu saya belum nggabung ngerumpi…

    @ nahdhi: iki sing ‘upside-down’ benderane 😀

    @ nengratna: jamnas 2006 saya ndak dapat tiket je T_T padahal mau ngikut, meski sekedar jadi panitia (yang jelas gak mungkin jadi peserta, umurnya udah lama lewat). lagian, 2006 pas jamnas saya malah magang…
    neng ikut? seru ya?

  2. JengRetno says:

    Oohhh… baru dhong kamsude upside-down itu apa setelah sampai di akhir cerita… 😀

  3. Ahh..aq tiba2 kangen jg sama mereka…
    menghabiskan bbrp hari dg mereka sungguh menyenangkan…betapa mereka sangat antusias saat masuk Pasar Keputran malam2, padahal tau sendiri kalau pasar tradisional ya begitu kondisinya…apalagi saat berjalan kaki melewati kawasan merah jl.Irian Barat hohoho….
    Selera mereka memang tak terduga, mereka tak suka dg yg turistik, tp malah mencari yg unik dan eksentrik…

    Oh yaa…setaun setelah dari Indonesia, sepertinya mereka masih sangat terkesan dg Indonesia, sampai2 mereka membuka kafe di Warsaw dan saat opening act, mereka pake tema “Indonesian Night” :d

    hehe ternyata kita cukup berhasil membuat kesan bagus ttg Indonesia hehe (memuji diri sendiri mode : on)

Leave a reply to tiyok Cancel reply